Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Senin, 02 Mei 2011

Refleksi musibah orang aceh

Refleksi Musibah Orang Aceh


Khatib :: Ali Mochtar Ngabalin

Hampir enam tahun peristiwa Tsunami Aceh menjadi cerita bagi seluruh umat manusia. Ribuan manusia menjadi korban ganasnya Tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut. Hampir sama dengan peristiwa bencana tersebut, berbagai cobaan menimpa bangsa Indonesia saat ini seperti banjir di Wasior Papua, Tsunami di Mentawai, dan meletusnya gunung merapi di Magelang. Semua peristiwa tersebut perlu dilihat dan dicermati secara seksama.

Bencana alam yang sering menimpa kita ada dua macam: bencana yang murni bersifat alami dan bencana yang dikarenakan perbuatan manusia. Tsunami, gunung meletus, gempa tektonik, badai dan gelombang adalah contoh bencana alam yang murni bersifat alami. Sedangkan tanah longsor pada gunung yang hutannya digunduli, kebakaran hutan karena manusia mencari cara gampang membuka lahan perkebunan, adalah contoh bencana yang dikarenakan perbuatan manusia.

Jenis bencana yang pertama seharusnya menyadarkan manusia akan Kemahabesaran Allah. Ketika gelombang Tsunami menerjang, gunung meletus yang menyebabkan gempa vulkanik, atau dua lempeng kulit bumi bertumbukan yang menyebabkan gempa tektonik, seharusnya semakin menyadarkan manusia tentang adanya Allah Yang Maha Kuasa. Ada hukum-hukum alam yang telah ditetapkan-Nya sehingga alam bersifat demikian itu. Manusia tidak dapat menciptakan hukum seperti itu. Manusia harus sadar, ada Allah tempat mereka bergantung. Karena itu mereka harus tunduk-patuh secara ikhlas terhadap petunjuk dan hukum-Nya.Di balik bencana alam itu tentu ada hikmahnya bagi manusia.

Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (An-Nahl [16]: 112)

Berbeda dengan bencana alam yang sifatnya alami, bencana alam yang disebabkan ulah manusia bisa terjadi antara lain karena kesadaran hukum dan moral mereka yang rendah atau oleh keterbatasan pengetahuan manusia itu sendiri. Keterbatasan atau kelemahan pengetahuan manusia dapat mengakibatkan kesalahan dalam mengelola alam yang bisa berujung pada bencana alam. Sementara kelemahan kesadaran hukum dan moral juga bisa mengakibatkan manusia mengelola alam secara salah sehingga menimbulkan bencana.

Contohnya, banjir bandang yang menimpa Wasior Papua beberapa waktu lalu, bencana asap dari kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan merupakan bentuk bencana yang terjadi karena ulah manusia yang merusak hutan. Sebagian besar kebakaran hutan tersebut bukan diakibatkan oleh kelemahan pengetahuan, tapi kelemahan kesadaran hukum dan moral. Ada di antara pengusaha hutan yang demi kepentingannya sendiri melanggar aturan pengelolaan hutan (kelemahan kesadaran hukum) dengan cara membakar, dan tidak mau tahu banyak orang lain menderita karenanya (kelemahan kesadaran moral).

Semua kerusakan yang terjadi di daratan dan lautan adalah akibat ulah tangan manusia sendiri dan Al-qur’an telah menyebutkannya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Ar-Ruum : 41).

Untuk itu kita harus senantiasa mawas diri terhadap bencana yang ditimbulkan oleh perbuatan zalim kita sendiri. Sekaligus, atas dasar itu, kita harus menyadari akan tanggung jawab kita melakukan kontrol terhadap perbuatan yang bisa mendatangkan bencana, sebab kerugian yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelakunya. Orang-orang tak berdosa juga ikut mengalaminya. Allah swt telah mengingatkan di dalam Al-Qur’an:

Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan ketahuilah bahwa Allah Amat keras siksaan-Nya. (Al-Anfal [8]: 25) Jika ada sebagian kita yang menganggap itu semua adalah sebuah bencana yang diturunkan oleh Tuhan pada kita. dan sebuah cobaan agar kita tetap sabar dan mengambil hikmah dibalik semua ini. tapi tanpa ada koreksi (muhassabah) pada apa yang kita perbuat terhadap alam tempat kita berada. Sebutan bodoh dan tak bermoral apa lagi yang cocok bagi orang seperti kita.

Dan ternyata tidak ada yang bohong dalam Al-Qur’an, hal itu terbukti, dengan banyaknya hutan telah kita gunduli habis-habisan, penambangan minyak, batu, emas, gas dan lainnya, yang dilakukan tanpa mempertimbangkan keseimbangan alam, Penangkapan ikan di lautan dengan bom dan pukat harimau sehingga rantai makanan terputus. Limbah industri dibuang di sungai-sungai, dilaut karena alasan biaya pengolahan terlalu mahal. Emisi gas buang Asap kendaraan dan pabrik-pabrik. Sampah dibiarkan menumpuk membusuk hingga bau tak sedap menyebar kemana-mana.

Semuanya itu adalah kelanjutan dari keserakahan manusia. Kita (manusia) menganggap alam lingkungan sebagai sesuatu yang diluar dari diri kita. Selama ini paradigma seperti itulah yang kita pakai. Sehingga perubahan paradigma kita mutlak harus diubah demi menggali kembali hakekat penciptaan manusia dibumi ini.

Untuk itu, kita wajib menjaga keseimbangan alam ciptaan Allah. Dan harus lebih meneguhkan pendirian kita dalam menjaga alam, karena menjaga alam sama dengan menjaga ciptaan Allah dan surga adalah balasan yang dijanjikan-Nya.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fushilat [41]: 30).

:: Khatib, Ketua Umum DPP BKPRMI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar