Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Senin, 02 Mei 2011

Mahkamah syariah aceh diminta adili aliran sesat

Mahkamah Syariah Aceh Diminta Adili Aliran Sesat



Yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh, berupa tindakan nyata setiap sekolah atau Fakultas di Perguruan Tinggi harus ada kegiatan kajian keagamaan yang resmi. Karena jika tidak dilakukan, maka anak-anak Aceh yang haus akan nilai agama akan mencari sendiri-sendiri sehingga lepaslah dari pengawalan akan kajian agama sebenarnya. Ini masalah. Demikian pandangan Tgk. H. Faisal Ali selaku Ketua NU Aceh usai aksi damai elemen pelajar dan santri Aceh yang meminta lahirnya PERGUB tentang Larangan Aliran Sesat kepada GBO awal april lalu.

Tindak lanjut aksi damai pasca penuntutan Pergub Larangan Aliran, lanjut Faisal Ali, perlu digelar kajian keagamaan. Itu perlu dan wajib dibuat, tetapi harus dalam pengawasan. Artinya diawasi oleh pimpinan lembaga pendidikan itu, sehingga ini dapat dideteksi apa materi kajian keagamaan ini dapat dijalani atau tidak. Aliran sesat yang muncul di Aceh belakangan ini adalah sebuah akibat semua kita tidak saling mengawasi anak-anak kita selama ini.

”Banyak generasi kita yang cinta pada agama ini, mereka terus mencari, mereka mendapat ajaran sesat, maka saya katakan selain mereka mencari ada juga pihak-pihak yang ingin memanfaatkan mereka hingga kejadian seperti ini,” ungkap Faisal yang juga Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh.

Tentang eksekusi hukum, Faisal berpandangan lain. Eksekusi hukum bagi penganut ajaran sesat didorong dilakukan oleh peradilan Islam. Terlebih bagi penganut ajaran sesat tipe A. Berbeda dengan tipe B dan tipe C, mereka (tipe B-C) dapat kita bina tentunya. Karena Millata Abraham ini bukan sekarang, sudah bertahun-tahun di Aceh dan sudah kasus berkasus.

”Mereka tidak akan jera jika tanpa pengadilan yang membuat mereka dihilangkan di bumi ini. Peradilan syariat atau putusan Mahkamah Syariah harus dijatuhkan kepada mereka. Sebab mereka ini adalah murtad. Dan mekanismenya ada Mahkamah Syari’iyah Aceh,” sebut Faisal Ali.

Ditanya kenapa pendapatnya berbeda dengan Gubernur Aceh, Faisal Ali mantan Rais ’Am Rabithat Thaliban Aceh serta memimpin salah satu dayah di Aceh, justru mengakui akan perbedaan pandangan dengan Gubernur Aceh soal eksekusi humuman bagi penyebar aliran sesat.

”Saya tidak sependapat dengan Gubernur Aceh yang menyatakan KUHP sudah mengatur dengan sanksi hukuman maksimal lima tahun. Sebenarnya undang-undang lain dapat kita gunakan seperti Qanun Pelaksanaan Syariat Islam tahun 2002. Karena ini status penodaan agama, maka sangat tidak tepat kita gunakan Hukuman KUHP. Bagi saya, tepat kita gunakan Qanun Syariah bagi Aceh dan ini legspesialist tentunya bagi Aceh,” pungkasnya. (dha)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar